Sholat jumat adalah sholat yang dilaksanakan sekali dalam
seminggu. Dinamakan sholat jumat karena sholat ini dikerjakan pada hari jumat. Terkait
sholat jumat terdapat beberapa pertanyaan yang diajukan kepda saya.
Pertanyaan Pertama
Dalam islam terdapat banyak sekali perbedaan pendapat. Perbedaan
itu melahirkan madzhab-madzhab yang jumlahnya sangat banyak. Dalam sebuah
jamaah shalat Jumat, para makmumnya adalah penganut madzhab Syafii, sedang
khatibnya tidak bermadzhab atau bermadzhab Hanafi. Realita tersebut melahirkan
pertanyaan sahkah Sholat Jumat Beda Madzhab?
Jawaban untuk pertanyaan tersebut adalah jumataannya
tetap sah Jika makmum mengetahui bahwa imamnya telah mengerjakan apa-apa yang
wajib dilakukan dalam shalat Jum’at menurut makmum. Demikian pula jika makmum
tidak mengetahui imamnya telah melakukan hal-hal yang membatalkan shalat.
Dalam kitab Ghoyatu Talkhisil Murad, Ibnu Ziyad, Hamisy Bughyatul
Mustarsyidin, Mesir, Musthofa Al Babil Al Halabi, hal. 99 dijelaskan:
مَسْئَلَةٌ : تَصِحُّ الْقُدْوَةُ بِالْمُخَالِفِ
إِذَا عَلِمَ الْمَأْمُوْمُ
إِتْيَانَهُ بِمَا يَجِبُ عِنْدَهُ ، وَكَذَا إِنْ جَهِلَ .
Artinya: “Masalah: Sah makmum dengan orang yang berbeda
madzhab jika makmum mengetahui imam melakukan apa-apa yang wajib menurut
makmum; demikian pula jika makmum tidak mengetahui”.
Mbah Nawawi dalam kitab Kasyifatus Saja menjelaskan: “Salah
satu dari sebelas syarat makmum adalah agar makmum tidak menge-tahui dan tidak
menduga dengan dugaan yang kuat akan kebatalan dari shalat imam-nya sebab
hadats atau lainnya.
Maka tidak sah makmum dengan orang yang disang-ka batal
shalatnya, seperti seseorang yang bermadzhab Syafi’i yang makmum dengan
seseorang yang bermadzhab Hanafi yang menyentuh kemaluannya... (sampai ucapan
pengarang): Andaikata makmum mengetahui atau menyangka bahwa imam yang
bermadzhab Hanafi misalnya, meninggalkan bacaan “basmalah” dengan cara tidak
diam sesudah takbiratul ihram sekedar “basmalah”, maka tidak sah makmum dengan
dia.”
Pertanyaan Kedua
Saat khutbah disunahkan bagi khotib untuk memegang
tongkat menggunakan tangan kiri. Pertanyaannya, bagaimana jika ia memegang
tongkat itu menggunakan tangan kanan?
Jawabannya adalah makruh sebagaimana yang dijelaskan
dalam kitab Hawasyil Madaniyah Juz 2 halaman 44:
وَأنْ يَعْتَمِدَ الخَطِيْبُ عَلَى نَحْوِ عَصَا
او سَيْفٍ او قَوسٍ بِيَسَارِهِ لِلإِتِّبَاعِ, وَحِكْمَتُهُ أنَّ هَذَا
الدِّيْنَ, بِالسِّلاَحِ, وَتَكُونُ يُمْنَاهُ مَشْغُولَةَ بِالمِنْبَرِ إنْ لَمْ
يَكُنْ فِيْهِ نَجَاسَةٌ كَعَاجٍ او ذَرْكِ طَيْرٍ. فَإن لَم يَجِدْ شَيْئًا مِنْ
ذَلِكَ جَعَلَ اليُمْنَى عَلَى اليُسْرَى تَحْتَ صَدْرِهِ
Artinya: “Dan hendaklah khotib memegang pada seumpama
tongkat atau pedang atau gendewa dengan tangan kirinya karena mengikuti ulama’
salaf, hikmahnya adalah sesungguhnya agama ini telah tegak dengan bantuan
senjata, dan tangan kanannya adalah disibukkan dengan mimbar jika pada mimbar
tersebut tidak terdapat najis seperti gading atau kotoran burung. Jika khotib
tidak mendapatkan sesuatu dari hal tersebut, maka dia menjadikan tangan
kanannya diatas tangan kirinya di bawah dadanya.”
Demikianlah dua pertanyaan seputar sholat jumat dan
jawabannya. Semoga artikel ini bermanfaat untuk kita semua, baik di dunia
maupun ahirat.