Landasan hukum kewajiban zakat profesi adalah QS. At-Taubah : 103, Al-Baqarah : 267 dan Adz-Dzariyaat : 19. Sayyid Quthub dalam Fi Dzilaal Al-Quranketika menafsirkan Al-Baqarah : 267 menyatakan bahwa nash ini mencakup seluruh hasil usaha manusia yang baik dan halal dan mencakup juga seluruh yang dikeluarkan Allah swt dari dalam dan atas bumi, seperti hasil-hasil pertanian, dan hasil pertambangan. Karena itu nash ini mencakup semua harta benda, baik yang terdapat di zaman Rasulullah saw, maupun di zaman sesudahnya.
Menurut Yusuf Qardhawi bentuk penghasilan yang paling menyolok pada zaman sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan dan profesinya. Pekerjaan yang menghasilkan uang dua macam :
- Pertama adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan atau otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, advokat, seniman, penjahit dan lain sebagainya.
- Kedua adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain, baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah. Penghasilan dari pekerjaan seperti ini berupa gaji, upah atau honorarium.
Nishob Zakat Profesi
Dalam menentukan nishob zakat profesi terjadi perbedaan pendapat. Penyebab dari perbedaan ini adalah karena bedanya analog yang digunakan. Ada tiga analog yang diberikan oleh ulama sebagai berikut:
- Dianalogkan dengan zakat pertanian.
- Di analogkan dengan zakat perdagangan
- Dianalogkan dengan zakat rikaz
Cara Menghitung Zakat Profesi
Ada tiga cara yang digunakan untuk menghitung zakat profesi. Hal ini disesuaikan dengan analog yang digunakan.
Cara pertama: jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka nishabnya senilai 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar 5 % dan dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan, misalnya sebulan sekali. Dalam contoh kasus di atas, maka kewajiban zakatnya adalah : 5 % x 12 x Rp.2.000.000 adalah Rp.1.200.000 per tahun atau Rp.100.000 per bulan.
Cara kedua, jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nishab, kadar dan waktu mengeluarkannya sama dengan zakat perdagangan, zakat emas dan perak. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 persen dan waktu mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan pokok.
Contoh : jika penghasilan seseorang Rp.5.000.000 setiap bulan dan kebutuhan pokoknya Rp.3.000.000, maka besar zakat yang dikeluarkan adalah : 2,5% x 12 x Rp.2.000.000 adalah Rp.600.000 per tahun atau Rp.50.000 per bulan.
Cara Ketiga : jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 % tanpa ada nishab dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Pada contoh di atas, maka zakat yang wajib dikeluarkan 20 % x Rp.5.000.000 adalah Rp.1.000.000 setiap bulan.
Untuk mengahiri artikel cara menghitung zakat profesi saya ingin mengingatkan kembali bahwa zakat profesi adalah masalah khilafiyah fiqhiyah. Kita tidak perlu ribut hanya karena masalah ijtihadiyah seperti ini. Wallohu a’lam.